Cari Blog Ini

Selasa, 02 Juni 2020

Kaya di Hadapan Makhluk

            Pada umumnya, orang mengartikan kaya sebagai harta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)pun kaya diartikan banyak harta. Satu hal pasti bahwa di zaman ini kaya adalah tujuan sebagian besar umat. Tolok ukur kesuksesan dilihat dari harta benda yang mampu ia kumpulkan. Derajat manusia pun dibeda-bedakan sesuai uang yang ia miliki. Keadilan pun kini dikendalikan oleh kekayaan.

            Akan tetapi dalam agama rahmat ini, “kekayaan bukanlah kaya harta benda, akan tetapi kekayaan adalah kaya hati” (HR. Bukhori & Muslim).yaitu orang-orang yang merasa kaya karena ia yakin bahwa Tuhannya Maha kaya “aku kaya karena aku hambanya Yang Maha kaya”. Karena ia menyelami ayat :

واَنَّهُ هُوَ اَغْنٰى وَاَقْنٰى

“dan bahwasanya Dia memberikan kekayaan dan kecukupan”(QS. AN-Najm :48)

 

            Yang Allah anugerahkan pada kita adalah kaya dan cukup. Lalu kenapa kita miskin? Karena kita sendirilah yang berburuk sangka pada Allah. Sesungguhnya miskin itu hanyalah pendapat manusia, kita miskin karena kita sendirilah yang tak pandai-pandai bersikap kaya dihadapan makhluk. ‘Bersikap kaya’ yang dimaksud bukanlah bersikap sombong, tetapi  bersikap sebagai berikut :

 

1.      Tak pernah merasa kurang

Sebuah kekeliruan memotivasi yang pernah kami dengar  adalah “Rahasia sukses adalah saya tak pernah merasa puas terhadap apa yang saya capai, sehingga memacu saya untuk terus maju”, inilah bentuk kemiskinan yang sesungguhnya. Selalu merasa kurang, kurang, kurang... hingga kapan?. Inilah yang disebut :

الَّذِيْ جَمَعَ مَالًا وَّعَدَّدَه

“yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya”(QS. Al-Humazah:2)

 

Kita ambillah perumpamaan seorang koruptor, telah banyak uang rakyat yang ia makan, lantas apakah ia berhenti? Tidak, ia terus korupsi hingga KPK menangkapnya. Inilah kemiskinan sejati, selalu merasa kurang. Hal seperti itu sebenarnya memunculkan ketakutan dalam hatinya, setiap malam tidurnya tak nyenyak karena memikirkan hari esok yang entah hartanya akan bertambah atau berkurang.

Oleh karena itu pandai-pandailah mengkayakan hati ini dengan bersyukur dan merasa cukup atas anugerah Allah. Sebaliknya hati yang bersyukur mendatangkan ketentraman dan keceriaan. Lihatlah para petani yang bekerja dibawah siraman terik mentari, mereka masih bisa bekerja sambil tertawa dan bernyanyi bahagia bersama kicau burung, karena mereka pandai bersyukur. Lalu lihatlah betapa banyak orang yang diakui sukses, bekerja dibawah naungan gedung berlantai tujuh, namun malamnya dipenuhi kegelisahan, karena otak yang terus digentayangi ancaman kebangkrutan.

 

2.      Tak suka bergantung pada makhluk

اللّٰهُ الصَّمَدُ

Allah-lah tempat bergantung”(QS. Al-Ikhlas:2)

           

Orang yang memahami ayat ini pasti akan menjauhkan dirinya dari meminta-minta, dia hanya akan meminta ketika sangat darurat, yaitu apabila tidak meminta dapat membuatnya mati.   Hal tersebut dikarenakan ia benar-benar ingin mempraktekkan ayat :

 

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّكَ نَسْتَعِيْنُ

“Hanya pada-Mu lah kami menyembah dan hanya pada-Mu lah kami meminta pertolongan”

 

Jadi keyakinannya pada Tuhannya membuatnya enggan untuk meminta pada selain Allah, segala kebutuhan serta permasalahannya semua dicurhatkan pada Allah seperti inilah profil orang kaya.  Namun perlu digaris bawahi bahwa pantangannya adalah meminta, tapi apabila diberi bisa kita diterima dengan niat agar tidak menyakiti hati si pemberi.

 

3.       Tidak merasa butuh pada hartanya

Jadi hakikat kekayaan yang sesungguhnya itu ialah ia yang mampu memanjemen harta bukan di manajemen harta. Orang kaya tak lupa daratan, ia betul-betul sadar bahwa kelebihan hartanya itu merupakan bonus dari Allah dan ada hak yang harus dikeluarkan disana.

 

Maka janganlah takut-takut atau ragu mengeluarkan hartamu untuk shadaqoh atau infaq, hal seperti menjadi kewajiban sosial bagi manusia. Tidak sedikit kita ketahui orang yang kelebihan hartanya itu malah pelit, uang sudah dijadikan tuannya. Jangankan untuk orang lain, untuk diri sendiripun pelitnya minta ampun, yang dipikirkan bagaimana bisa usaha tanpa modal tapi untungnya banyak. Ketika disuruh berinfaq jawabnya “ini hasil kerja kerasku, kok mau dikasih orang”. Prinsip mereka adalah pelit pangkal kaya. Padahal jangankan seperti itu, hemat pangkal kaya pun sedikit keliru, karena yang paling benar adalah shodaqoh pangkal kaya, syukur pangkal kaya.

 

(وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (19

“dan dalam harta mereka ada haq untuk para peminta dan yang membutuhkan”. (QS. Adz-Dzariyat :19)

 

Bukannya orang kaya yang kelebihan hartanya itu buruk, karena kita tak bisa menilai baik atau buruk sesorang hanya berdasarkan hartanya. Namun bagaimana seseorang agar bisa bersikap tiga hal diatas, sebanyak atau sesedikit apapun hartanya, jika tiga hal diatas diambil sikap oleh kita, maka kita akan terlihat kaya dihadapan makhluk bahkan dihadapan Allah kitalah orang kaya sejati.


0 komentar:

Posting Komentar