Cari Blog Ini

Senin, 25 Mei 2020

Kisah Guru #1 : Tips menipu Setan oleh KH. Bisri Musthofa



         
   KH. Bisri Musthofa merupakan salah satu Ulama’ Nusantara yang produktif dalam berkarya, terutama dalam bidang sastra dan kepenulisan. Sudah ratusan buku atau kitab-kitab karangan beliau, salah satu diantara karyanya yang fenomenal adalah kitab Tafsir Al-Ibriz yang ditulis dengan aksara jawa pegon.
            Ada suatu kisah unik tentang beliau yang kami nukil dari bukuPetuah bijak karya A. Yasin Muthohar. Suatu hari KH. Ali Makshum pengasuh Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta pernah berbincang dengan beliau KH. Bisri Musthofa. Dalam perbincangan tersebut Kyai Ali bertanya “Sampeyan ini kok bisa nulis banyak banget begitu, memang rahasianya apa toh, Kang?” ungkap Kiai Ali kagum. “Aku ini kok enggak bisa seperti sampeyan. Saat punya ide nulis yang banyak, tapi waktu pegang pena rasanya kok mendadak ide-ide yang banyak itu jadi hilang entah kemana.”
            Kyai Bisri hanya tersenyum menanggapi, lalu berdawuh “Sampeyan itu nulisnya lillahi ta’ala sih kang, ikhlas, bener-bener cuma buat Allah, jadinya ya susah. Enggak bakalan bisa selesai kalau begitu.”
“Lha? Maksudnya gimana itu kang.” Kyai Ali kebingungan mendengar ungkapan Kyai Bisri yang terdengar ganjil itu.
. “Begini Kang Ali,” kata Kiai Bisri sambil membenarkan duduknya. “Kalau kita nulis dengan perasaan ikhlas, akhirnya setan-setan akan menganggu kita. Ya, jadinya kita enggak selesai-selesai menulis. Lha gimana? Diganggu setan.” Kyai Bisri melanjutkan “Nah, biar bisa selesai nulisnya, kita jangan ikhlas nulisnya. Diniatkan aja untuk cari uang, cari ketenaran, cari pengakuan. Jika kayak begitu, kita jadi seperti penjahit. Penjahit enggak bakal berpindah jahit kain lain sebelum kain yang sekarang selesai dijahit. Jadi sebelum selesai nulisnya, kita enggak akan berpindah ke mana-mana sebelum tulisannya selesai. Begitu tulisannya selesai, baru kita niatkan untuk dakwah, menyebarkan ilmu, mengajar ke masyarakat, dan lain-lain,” jelas Kiai Bisri.
“Owalah, gitu toh kang.” Sambut Kiai Ali terkesima dengan penjelasan Kyai Bisri
“Kalau sejak awal sudah ikhlas nulisnya, diniatkan untuk dakwah, menyebarkan ilmu, memberi manfaat ke masyarakat banyak, waduh, minta ampun Kang Ali, pasti bakalan banyak banget setan yang akan datang mengganggu. Apalagi ini Kiai Ali Maksum, sudah tentu semakin semangat setan mengganggunya. Nah, untuk itulah kita harus memanfaatkan kedatangan setan itu. Begitu mereka tahu kita nulis pakai niat cari untung, ketenaran, dan macam-macam, maka justru semakin semangat kita. Setan juga akan datang tapi malah memberi tenaga tambahan. Ide-ide baru juga bisa keluar, tulisan jadi semakin kaya, semakin variatif,” kata Kiai Bisri                   
“Jadi intinya, kita harus pandai-pandai menipu setan buat jadi bagian dari motivasi, ya?” balas Kiai Ali sambil terkekeh.
            Begitulah terkadang, kita memang perlu unsur ke duniawi-an agar dapat memotivasi kita untuk giat bekerja atau belajar. Asalkan hal tersebut dilakukan dengan ilmu sebagaimana yang dicontohkan Kyai Bisri dalam cerita.  Perlu digaris bawahi bahwa unsur duniawi nya itu hanya untuk memotivasi diri bukanlah prioritas utama kita bekerja, agar kita bisa bekerja sebagaimana penjahit bekerja, yaitu enggak bakal berpindah jahit kain lain sebelum kain yang sekarang selesai dijahit. Jadi sebelum selesai kerjanya, kita enggak akan berpindah ke mana-mana sebelum kerjanya selesai.

0 komentar:

Posting Komentar