هَٰذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ
وَلِيُنْذَرُوا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ
أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran.” (QS Ibrahim 14:52)
Al-Qur’an sejatinya adalah pedoman hidup bagi umat manusia terutama bagi
mereka yang mengaku muslim. Disebut bagi umat manusia karena sejak dulu,
manusia selalu membutuhkan al-kitab untuk menuntun jalan hidup mereka. Dari
Taurat, Zabur,Injil dan shuhuf-shuhuf lainnya sudah banyak dibengkokkan
oleh golongan yang tak puas atau berontak pada hukum Allah. Oleh karena itu
Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai penyempurna, pembenar dari kitab-kitab
sebelumnya. Dimana kitab yang terakhir ini yang paling haq dan dijamin keorisinilannya
hingga hari kiamat. Innaa Nahnu nazzalnadz dzikro wa innaa lahuu
lahaafidhun. Disebut terutama bagi umat islam karena tujuan pertama
dturunkannya Al-Qur’an adalah mengajak seluruh umat menjadi muslim.
Tapi pada kemyataannya di era
globalisasi ini, masyarakat berbeda-beda dalam menyikapi Al-Qur’an. Bahkan
kebanyakan yang tidak peduli, sebagian orang yang seolah tak menganggap
Al-Qur’an ada, padahal mereka muslim. Admin telah mengklarifikasi beberapa
golongan orang dalam menyikapi Al-Qur’an menurut analisa pribadi :
1.
Yang penting ngaji
Yaitu orang yang dimana ia membaca Al-Qur’an
dengan niat ibadah, namun dalam kaidah-kaidah pembacaannya kurang diperhatikan,
yang ia tahu hanyalah yang diberitahukan padanya oleh sesepuhnya bahwa membaca
Al-Qur’an mendapat pahala
Golongan ini biasanya adalah orang-orang yang
sudah sepuh seperti kakek, nenek ataupun buyut kita, beliau-beliau ini
cenderung punya keistiqomahan dalam jadwal mengaji kitab sucinya, jika seabis
sholat subuh ia biasa ngaji maka kita akan jarang menemuinya lalai dari
keistiqomahan tersebut. Hanya saja ketika kita mendengar dengan seksama
bacaannya, cenderung keliru karena kaidah-kaidah tajwid, makhorijul hurufnya
kurang dipraktekkan.
Sebenarnya hal tersebut dapat dimaklumi,
mengingat sejarah negeri ini yg suram. Karena diantara kakek nenek kita itu ada
yang masa kecilnya dihabiskan di masa penjajahan,masa revolusi,masa komunisme
atau masa pemerintahan diktator. Dimana pada masa-masa itu belajar mengaji
adalah suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Maka lumrah lah jika para sesepuh
kita ini kurang fasih bacaannya. Akan tetapi semangat keistiqomahan mereka lah
yang luar biasa dan patut ditiru.
Namun disisi lain ada hal yang sangat
disayangkan yaitu anak-anak muda atau generasi milenial yang malah tidak acuh dengan kesempatan
mereka untuk belajar mengaji, mereka anggap mengaji sebagai amalan yang sepele.
Padahal mengaji Al-Qur’an itu punya kaidah-kaidah yang harus diikuti. “yang
penting ngaji” begitu komentar mereka ketika ditanya. Padahal kewajiban membaca
Al-Qur’an dengan baik dan benar berlaku untuk semua umat muslim yang punya
kesempatan untuk belajar ngaji.
2.
Yang penting tau mengaji
Golongan ini sebenarnya sama dengan golongan pertama, menganggap ngaji itu
sebagai ibadah sahaja, untuk mencari pahala sebagaimana dikatakan orangtua atau
guru kita. Hanya saja mereka lebih menghormati Al-Qur’an, mereka masih punya
kesadaran bahwa Al-Qur’an ini kitab suci yang perlu diberi perhatian lebih
dalam peletakkan atau pembacaannya.
Didasari kesadarannya itulah akhirnya mereka memilih untuk lebih
berhati-hati dalam mengaji. Kaidah-kaidah tajwid maupun makhorijul hurufnya
benar-benar dipelajari dan dipraktekkan setiap ia mengaji.
3.
Para penghafal Al-Qur’an
Mereka adalah golongan yang mengikuti hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya
Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah
mereka ya Rasulullah?” Rasul
menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya” (HR. Ahmad)
Tetapi untuk para penghafal Qur’an juga harus berhati-hati.karena dizaman
sekarang penghafal Qur’an itu banyak godaannya, tidak semua yang berhasil
menghafal qur’an semerta-merta menjadi ahlul Qur’an. Berhati-hatilah setelah
atau saat kalian menghafal Al-Qur’an, pencuri itu biasanya tidak mencari
rumah yang kosong. Pencuri datang jika ada sesuatu di rumah itu, dan
hafalan Al-Qur’an adalah curian yang menarik.
Di zaman ini banyak penghafal Al-Qur’an yang terpeleset niatnya, karena
mereka banyak di iming-imingi oleh kesenangan dunia. Seperti ingin melamar
seorang wanita dengan mahar hafalan 30 juz, atau ingin dimuliakan orang-orang,
ingin dijadikan pimpinan, atau hanya sekedar ingin mendapat beasiswa
pendidikan. Disini kami bukan ingin menyalahkan atau menyindir para huffadz
yang telah mendapat kesenangan tersebut melainkan hanya untuk mengingatkan agar
berhati-hati.
Terangilah hati kalian sesungguhnya
pencuri itu seorang pengecut. jika kalian menyinarinya dengan cahaya, ia akan
lari tunggang langgang. Terangilah dengan niat tulus untuk benar-benar mencari
ridlo Ilahi. Perihal kesenangan-kesenangan seperti yang disebut tadi anggaplah
itu bonus dari-Nya di kehidupan dunia, tapi jangan jadikan tujuan utama.
4.
Orang-orang yang paham
Orang-orang ini adalah mereka yang mulai tumbuh rasa cintanya pada Al-Qur’an.
Al-Qur’an menjadi sesuatu yang menarik baginya sehingga ia lebih mencari tau
tentangnya. Mulai dari kalam maknanya, isi kandungannya, penjelasan tafsir,
asbabun nuzul ataupun hal-hal lainnya yang berkenaan dengan Al-Qur’an. Ia tidak
hanya sadar bahwa Al-Qur’an adalah kitab sucinya, ia sadar bahwa Al-Qur’an
adalah kitab petunjuk yang harus ia pahami.
5.
Berusaha untuk berakhlak Al-Qur’an
Golongan terakhir ini sebenarnya adalah penyempurna dari golongan keempat,
setelah paham ia turut mengamalkan ajaran apa yang ia dapat dari Al-Qur’an.
Golongan seperti ini sudah benar-benar paham bahwa Al-Qur’an sebagai Imaaman (pemimpin) wa
Nuuron (cahaya) wa Hudaan (petunjuk)
wa Rohmah (rahmat).
Rasulullah bersabda “Bacalah Al-Qur’an,
sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya”
(HR. Muslim)
Disisi lain Terdapat satu ungkapan
yang disebut-sebut sebagai “hadits” yang berbunyi “Banyak orang yang membaca
Al-Quran tetapi Al-Quran sendiri justru melaknatnya.” Menanggapi ungkapan
kedua ini ada orang yang berkata “kalau begitu lebih baik kan, jika kita tak
usah membaca Al-Qur’an sama sekali”. Hanya saja terlalu sombong jika kita
merasa bisa masuk surga tanpa mengamalkan atau membaca Al-Qur’an. Jadi lima
golongan diatas bisa dikatakan lebih baik daripada mereka yang acuh ta acuh
pada Al-Qur’an.
Lalu bagaimana? Kita tidak
tau diantara lima golongan diatas yang akan termasuk sebagai yang disyafaati
atau dilaknati. Akan tetapi nalar fikiran kita pasti dapat mengira-ngira
golongan mana yang lebih menghormati Al-Qur’an dan berkemungkinan besar
disyafaatinya bukan?. Yang terpenting perlu kita ketahui disini adalah
kesejatian Al-Qur’an adalah sebagai pedoman
penuntun jalan hidup, petunjuk untuk tiap kesesatan atau kebodohan, serta
salah satu sarana untuk ibadah.
Wallahu A’lam.







0 komentar:
Posting Komentar