Cari Blog Ini

Minggu, 24 Mei 2020

Kesejatian Al-Qur’an





هَٰذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS Ibrahim 14:52)

Al-Qur’an sejatinya adalah pedoman hidup bagi umat manusia terutama bagi mereka yang mengaku muslim. Disebut bagi umat manusia karena sejak dulu, manusia selalu membutuhkan al-kitab untuk menuntun jalan hidup mereka. Dari Taurat, Zabur,Injil dan shuhuf-shuhuf lainnya sudah banyak dibengkokkan oleh golongan yang tak puas atau berontak pada hukum Allah. Oleh karena itu Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai penyempurna, pembenar dari kitab-kitab sebelumnya. Dimana kitab yang terakhir ini yang paling haq dan dijamin keorisinilannya hingga hari kiamat. Innaa Nahnu nazzalnadz dzikro wa innaa lahuu lahaafidhun. Disebut terutama bagi umat islam karena tujuan pertama dturunkannya Al-Qur’an adalah mengajak seluruh umat menjadi muslim.
            Tapi pada kemyataannya di era globalisasi ini, masyarakat berbeda-beda dalam menyikapi Al-Qur’an. Bahkan kebanyakan yang tidak peduli, sebagian orang yang seolah tak menganggap Al-Qur’an ada, padahal mereka muslim. Admin telah mengklarifikasi beberapa golongan orang dalam menyikapi Al-Qur’an menurut analisa pribadi :
1.      Yang penting ngaji
Yaitu orang yang dimana ia membaca Al-Qur’an dengan niat ibadah, namun dalam kaidah-kaidah pembacaannya kurang diperhatikan, yang ia tahu hanyalah yang diberitahukan padanya oleh sesepuhnya bahwa membaca Al-Qur’an mendapat pahala
Golongan ini biasanya adalah orang-orang yang sudah sepuh seperti kakek, nenek ataupun buyut kita, beliau-beliau ini cenderung punya keistiqomahan dalam jadwal mengaji kitab sucinya, jika seabis sholat subuh ia biasa ngaji maka kita akan jarang menemuinya lalai dari keistiqomahan tersebut. Hanya saja ketika kita mendengar dengan seksama bacaannya, cenderung keliru karena kaidah-kaidah tajwid, makhorijul hurufnya kurang dipraktekkan.
Sebenarnya hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat sejarah negeri ini yg suram. Karena diantara kakek nenek kita itu ada yang masa kecilnya dihabiskan di masa penjajahan,masa revolusi,masa komunisme atau masa pemerintahan diktator. Dimana pada masa-masa itu belajar mengaji adalah suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Maka lumrah lah jika para sesepuh kita ini kurang fasih bacaannya. Akan tetapi semangat keistiqomahan mereka lah yang luar biasa dan patut ditiru.
Namun disisi lain ada hal yang sangat disayangkan yaitu anak-anak muda atau generasi milenial  yang malah tidak acuh dengan kesempatan mereka untuk belajar mengaji, mereka anggap mengaji sebagai amalan yang sepele. Padahal mengaji Al-Qur’an itu punya kaidah-kaidah yang harus diikuti. “yang penting ngaji” begitu komentar mereka ketika ditanya. Padahal kewajiban membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar berlaku untuk semua umat muslim yang punya kesempatan untuk belajar ngaji.

2.      Yang penting tau mengaji
Golongan ini sebenarnya sama dengan golongan pertama, menganggap ngaji itu sebagai ibadah sahaja, untuk mencari pahala sebagaimana dikatakan orangtua atau guru kita. Hanya saja mereka lebih menghormati Al-Qur’an, mereka masih punya kesadaran bahwa Al-Qur’an ini kitab suci yang perlu diberi perhatian lebih dalam peletakkan atau pembacaannya.
Didasari kesadarannya itulah akhirnya mereka memilih untuk lebih berhati-hati dalam mengaji. Kaidah-kaidah tajwid maupun makhorijul hurufnya benar-benar dipelajari dan dipraktekkan setiap ia mengaji.
3.      Para penghafal Al-Qur’an
Mereka adalah golongan yang mengikuti hadits Rasulullah SAW yang berbunyi Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya” (HR. Ahmad)
Tetapi untuk para penghafal Qur’an juga harus berhati-hati.karena dizaman sekarang penghafal Qur’an itu banyak godaannya, tidak semua yang berhasil menghafal qur’an semerta-merta menjadi ahlul Qur’an. Berhati-hatilah setelah atau saat kalian menghafal Al-Qur’an, pencuri itu biasanya tidak mencari rumah yang kosong. Pencuri datang jika ada sesuatu di rumah itu, dan hafalan Al-Qur’an adalah curian yang menarik.
Di zaman ini banyak penghafal Al-Qur’an yang terpeleset niatnya, karena mereka banyak di iming-imingi oleh kesenangan dunia. Seperti ingin melamar seorang wanita dengan mahar hafalan 30 juz, atau ingin dimuliakan orang-orang, ingin dijadikan pimpinan, atau hanya sekedar ingin mendapat beasiswa pendidikan. Disini kami bukan ingin menyalahkan atau menyindir para huffadz yang telah mendapat kesenangan tersebut melainkan hanya untuk mengingatkan agar berhati-hati.
 Terangilah hati kalian sesungguhnya pencuri itu seorang pengecut. jika kalian menyinarinya dengan cahaya, ia akan lari tunggang langgang. Terangilah dengan niat tulus untuk benar-benar mencari ridlo Ilahi. Perihal kesenangan-kesenangan seperti yang disebut tadi anggaplah itu bonus dari-Nya di kehidupan dunia, tapi jangan jadikan tujuan utama.
4.      Orang-orang yang paham
Orang-orang ini adalah mereka yang mulai tumbuh rasa cintanya pada Al-Qur’an. Al-Qur’an menjadi sesuatu yang menarik baginya sehingga ia lebih mencari tau tentangnya. Mulai dari kalam maknanya, isi kandungannya, penjelasan tafsir, asbabun nuzul ataupun hal-hal lainnya yang berkenaan dengan Al-Qur’an. Ia tidak hanya sadar bahwa Al-Qur’an adalah kitab sucinya, ia sadar bahwa Al-Qur’an adalah kitab petunjuk yang harus ia pahami.
5.      Berusaha untuk berakhlak Al-Qur’an
Golongan terakhir ini sebenarnya adalah penyempurna dari golongan keempat, setelah paham ia turut mengamalkan ajaran apa yang ia dapat dari Al-Qur’an. Golongan seperti ini sudah benar-benar paham bahwa Al-Qur’an  sebagai Imaaman (pemimpin) wa Nuuron (cahaya) wa Hudaan (petunjuk)  wa Rohmah (rahmat).

Rasulullah bersabda Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya” (HR. Muslim)
Disisi lain Terdapat satu ungkapan yang disebut-sebut sebagai “hadits” yang berbunyi “Banyak orang yang membaca Al-Quran tetapi Al-Quran sendiri justru melaknatnya.” Menanggapi ungkapan kedua ini ada orang yang berkata “kalau begitu lebih baik kan, jika kita tak usah membaca Al-Qur’an sama sekali”. Hanya saja terlalu sombong jika kita merasa bisa masuk surga tanpa mengamalkan atau membaca Al-Qur’an. Jadi lima golongan diatas bisa dikatakan lebih baik daripada mereka yang acuh ta acuh pada Al-Qur’an.
Lalu bagaimana? Kita tidak tau diantara lima golongan diatas yang akan termasuk sebagai yang disyafaati atau dilaknati. Akan tetapi nalar fikiran kita pasti dapat mengira-ngira golongan mana yang lebih menghormati Al-Qur’an dan berkemungkinan besar disyafaatinya bukan?. Yang terpenting perlu kita ketahui disini adalah kesejatian Al-Qur’an adalah sebagai pedoman penuntun jalan hidup, petunjuk untuk tiap kesesatan atau kebodohan, serta salah satu sarana untuk ibadah.
Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar