كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَاء وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ
التَّوَّابُوْنَ
“Seluruh
Bani Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan (dosa), dan sebaik-baik manusia
yang banyak kesalahannya (dosanya) adalah yang banyak bertaubat.”
Hadits diatas diperselisihkan hukumnya oleh sebagian ulama’ hadits, ada
yang mendla’ifkan ada juga yang menghasankan. Diantara yang menghasankan adalah
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Bulughul Maram yang banyak dikaji di
pesantren-pesantren tanah air. Beliau berpendapat hadits tersebut memiliki
sanad yang kuat. Namun sebenarnya yang terpenting dalam hadits tersebut
bukanlah hasan atau dla’ifnya, tetapi bagaimana hadits tersebut dapat
memotivasi kita untuk selalu bertaubat pada Allah. Bagaimana ia menyadarkan
kita atas kemurahan Allah Swt. dalam memberi ampunan pada hamba-hamba-Nya.
Sebagai seorang manusia, kita pasti
telah melakukan banyak kesalahan dalam hidup ini. Kalau kata Abu Nawas itu “sudah
tak terhitung bagaikan debu”. Hal itu dikaren akan Allah swt. menciptakan
kita dengan membawa sesuatu yang spesial yang tidak diberikan pada sebagian
makhluq ciptaan-Nya yang lain, yaitu nafsu. Dimana nafsu inilah yang selalu
mendorong manusia untuk berbuat salah atau dosa.
Malaikat yang selalu taat pun bisa saja berbuat kesalahan jika mereka
diberi nafsu. Suatu riwayat mengisahkan bahwa para malaikat bertanya pada Allah
mengapa manusia begitu sering berbuat dosa, maka Allah Swt. mengutus dua
diantara mereka yang bernama harut dan marut untuk tinggal di bumi dengan membawa
nafsu dan Dia juga memperingatkan mereka dengan tiga larangan. Namun pada
akhirnya malaikat Harut dan Marut ini melanggar 3 larangan itu dan mendapat
hukuman Allah di dunia.
Syekh Muhammad Al-Bushiri dalam Qashidah Burdah mengungkapkan :
فَإنَّ أَمَّارَتِيْ بِالسُّوْءِ مَا اتَّعَظَتْ
“Sesungguhnyalah
hawa nafsuku telah menyuruhku untuk berbuat jelek dan tidak mau mendengarkan
nasehat-nasehat yang ada.”
Tetapi meski begitu bukan berarti
kita bisa seenaknya mengikuti hawa nafsu dan berbuat dosa. Allah juga telah
menganugerahi kita akal fikiran dan hati nurani untuk mengendalikan nafsu yang
bebal itu dan untuk senantiasa taat pada Allah. Tergantung pada manusia itu
sendiri apakah ia akan menggunakan akal dan hatinya atau tidak?, jika tidak
maka ia sama halnya dengan hewan yang hanya bisa mengikuti nafsunya tanpa
pertimbangan akal.
Kembali pada hadits diatas, lalu
seperti apa at-tawwabun atau sebaik-baik orang yang berbuat salah itu. Orang-orang
yang sadar akan kesalahannya dan meyakini akan luasnya ampunan Allah.
Syekh Muhammad Al-Bushiri kembali dalam Qashidah Burdah mengungkapkan :
يَا نَفْسُ لَا تَقْنَطِيْ مِنْ زَلَّةٍ عَظُمَتْ إِنَّ اْلكَبَائِرَ فِي الْغُفْرَانِ كَاللَّمَمِ
“Wahai diriku!
Janganlah berputus asa atas dosa besar.
Karena sesungguhnya dosa besar tidak ada bedanya dengan dosa kecil dalam
luasnya ampunan Allah SWT”
Ibaratkan dirimu yang sedang berjalan, kemudian tanpa sengaja ada orang
yang menyenggol sikutmu lalu ia minta maaf. Apakah kau akan memaafkannya?
Tentunya iya, karena ia tak sengaja dan sudah dengan rendah diri meminta maaf. Seperti itu pula kita dengan Allah Swt. semaksiat apapun
kita bahkan jika seluruh dosa umat manusia di dunia ini dikumpulkan tak akan
cukup untuk menyenggol Keagungan dan ke-Maha Pengampunan Allah, kita hanya
perlu merendahkan diri dan kambali bertobat pada-Nya.
Lalu seperti apa Taubat itu?. Singkatnya taubat itu, menyadari dan
menyesali kesalahan, memohon ampunan dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak
melakukan kesalahan itu. Jika pada akhirnya kita gagal dan mengulangi dosa yang
sama, maka lakukanlah taubat lagi. Al-Habieb Mundzir al-Musawwa berdawuh
“jangan bosan bertaubat meski sering bermaksiat, jangan berhenti bertaubat
meski kau maksiat dan bermaksiat lagi, teruslah bertaubat hingga kau bosan
bermaksiat.”
Sebagian dosa ada yang dilakukan dengan sengaja saking lemahnya kita
terhadap fitnah yang diujikan pada kita, namun ada juga sebagian dosa lain yang
mungkin kita melakukannya tanpa kita sadari. Mungkin ada, pasti ada, mungkin
setiap hari? jika kita tak tahu kapan dosa seperti ini masuk dalam catatan amal
kita, lantas bagaimana kita akan menghapusnya?
Disinilah diperlukan adanya peningkatkan intensitas dan kualitas taubat
kita. Setiap hari kita perlu bertaubat, bayangkan diri ini adalah ember kosong
yang dialiri air yang keruh dan air yang jernih. Jika air yang keruh itu
mengaliri ember setiap hari, sementara air yang jernih mengalirnya hanya
seminggu atau sebulan atau bahkan setahun sekali. Kira-kira bagaimana isi air
dalam ember itu. Jernihkah? Keruhkah?.
Mungkin karena ke-Maha PemurahanNya
sekali taubatmu bisa menghapus seluruh dosa, tapi jika kau melakukannya setahun
sekali bagaimana jika kau mati di pertengahan tahun? Maka sering-seringlah
bertaubat, setiap hari. Minimal dengan bacaan istigfar-lah, berapapun asal
dengan jiwa yang sadar. Kapan saja, bisa sehabis sholat, sehabis sekolah atau
beraktifitas. Malam harinya bisa disempurnkan dengan dua rakaat shalat taubat,
ingat.! Hanya 2 rakaat. Sisihkan diantara tahjjudmu, setelah isya’ juga bisa
atau sebelum shubuh?. Mari kejar ampunan-Nya tanpa mengenal putus asa.







0 komentar:
Posting Komentar