Cari Blog Ini

Senin, 25 Mei 2020

Bersalah lalu bertaubat




كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَاء وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Seluruh Bani Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan (dosa), dan sebaik-baik manusia yang banyak kesalahannya (dosanya) adalah yang banyak bertaubat.”

            Hadits diatas diperselisihkan hukumnya oleh sebagian ulama’ hadits, ada yang mendla’ifkan ada juga yang menghasankan. Diantara yang menghasankan adalah Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Bulughul Maram yang banyak dikaji di pesantren-pesantren tanah air. Beliau berpendapat hadits tersebut memiliki sanad yang kuat. Namun sebenarnya yang terpenting dalam hadits tersebut bukanlah hasan atau dla’ifnya, tetapi bagaimana hadits tersebut dapat memotivasi kita untuk selalu bertaubat pada Allah. Bagaimana ia menyadarkan kita atas kemurahan Allah Swt. dalam memberi ampunan pada hamba-hamba-Nya.
            Sebagai seorang manusia, kita pasti telah melakukan banyak kesalahan dalam hidup ini. Kalau kata Abu Nawas itu “sudah tak terhitung bagaikan debu”. Hal itu dikaren akan Allah swt. menciptakan kita dengan membawa sesuatu yang spesial yang tidak diberikan pada sebagian makhluq ciptaan-Nya yang lain, yaitu nafsu. Dimana nafsu inilah yang selalu mendorong manusia untuk berbuat salah atau dosa.
Malaikat yang selalu taat pun bisa saja berbuat kesalahan jika mereka diberi nafsu. Suatu riwayat mengisahkan bahwa para malaikat bertanya pada Allah mengapa manusia begitu sering berbuat dosa, maka Allah Swt. mengutus dua diantara mereka yang bernama harut dan marut untuk tinggal di bumi dengan membawa nafsu dan Dia juga memperingatkan mereka dengan tiga larangan. Namun pada akhirnya malaikat Harut dan Marut ini melanggar 3 larangan itu dan mendapat hukuman Allah di dunia.

Syekh Muhammad Al-Bushiri dalam Qashidah Burdah mengungkapkan :
فَإنَّ أَمَّارَتِيْ بِالسُّوْءِ مَا اتَّعَظَتْ
“Sesungguhnyalah hawa nafsuku telah menyuruhku untuk berbuat jelek dan tidak mau mendengarkan nasehat-nasehat yang ada.

            Tetapi meski begitu bukan berarti kita bisa seenaknya mengikuti hawa nafsu dan berbuat dosa. Allah juga telah menganugerahi kita akal fikiran dan hati nurani untuk mengendalikan nafsu yang bebal itu dan untuk senantiasa taat pada Allah. Tergantung pada manusia itu sendiri apakah ia akan menggunakan akal dan hatinya atau tidak?, jika tidak maka ia sama halnya dengan hewan yang hanya bisa mengikuti nafsunya tanpa pertimbangan akal.
            Kembali pada hadits diatas, lalu seperti apa at-tawwabun atau sebaik-baik orang yang berbuat salah itu. Orang-orang yang sadar akan kesalahannya dan meyakini akan luasnya ampunan Allah.

Syekh Muhammad Al-Bushiri kembali dalam Qashidah Burdah mengungkapkan :
يَا نَفْسُ لَا تَقْنَطِيْ مِنْ زَلَّةٍ عَظُمَتْ  إِنَّ اْلكَبَائِرَ فِي الْغُفْرَانِ كَاللَّمَمِ
Wahai diriku! Janganlah berputus asa atas  dosa besar. Karena sesungguhnya dosa besar tidak ada bedanya dengan dosa kecil dalam luasnya ampunan Allah SWT

Ibaratkan dirimu yang sedang berjalan, kemudian tanpa sengaja ada orang yang menyenggol sikutmu lalu ia minta maaf. Apakah kau akan memaafkannya? Tentunya iya, karena ia tak sengaja dan sudah dengan rendah diri meminta maaf. Seperti itu pula kita dengan Allah Swt. semaksiat apapun kita bahkan jika seluruh dosa umat manusia di dunia ini dikumpulkan tak akan cukup untuk menyenggol Keagungan dan ke-Maha Pengampunan Allah, kita hanya perlu merendahkan diri dan kambali bertobat pada-Nya.
Lalu seperti apa Taubat itu?. Singkatnya taubat itu, menyadari dan menyesali kesalahan, memohon ampunan dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan kesalahan itu. Jika pada akhirnya kita gagal dan mengulangi dosa yang sama, maka lakukanlah taubat lagi. Al-Habieb Mundzir al-Musawwa berdawuh “jangan bosan bertaubat meski sering bermaksiat, jangan berhenti bertaubat meski kau maksiat dan bermaksiat lagi, teruslah bertaubat hingga kau bosan bermaksiat.”
Sebagian dosa ada yang dilakukan dengan sengaja saking lemahnya kita terhadap fitnah yang diujikan pada kita, namun ada juga sebagian dosa lain yang mungkin kita melakukannya tanpa kita sadari. Mungkin ada, pasti ada, mungkin setiap hari? jika kita tak tahu kapan dosa seperti ini masuk dalam catatan amal kita, lantas bagaimana kita akan menghapusnya?
Disinilah diperlukan adanya peningkatkan intensitas dan kualitas taubat kita. Setiap hari kita perlu bertaubat, bayangkan diri ini adalah ember kosong yang dialiri air yang keruh dan air yang jernih. Jika air yang keruh itu mengaliri ember setiap hari, sementara air yang jernih mengalirnya hanya seminggu atau sebulan atau bahkan setahun sekali. Kira-kira bagaimana isi air dalam ember itu. Jernihkah? Keruhkah?.
 Mungkin karena ke-Maha PemurahanNya sekali taubatmu bisa menghapus seluruh dosa, tapi jika kau melakukannya setahun sekali bagaimana jika kau mati di pertengahan tahun? Maka sering-seringlah bertaubat, setiap hari. Minimal dengan bacaan istigfar-lah, berapapun asal dengan jiwa yang sadar. Kapan saja, bisa sehabis sholat, sehabis sekolah atau beraktifitas. Malam harinya bisa disempurnkan dengan dua rakaat shalat taubat, ingat.! Hanya 2 rakaat. Sisihkan diantara tahjjudmu, setelah isya’ juga bisa atau sebelum shubuh?. Mari kejar ampunan-Nya tanpa mengenal putus asa.

0 komentar:

Posting Komentar